Oleh: Andhika Wahyudiono*
Starlink di Indonesia menjadi sorotan lantaran layanan internet berbasis satelit milik miliarder Elon Musk ini jauh lebih murah dibandingkan layanan serupa di pasar. Perusahaan awalnya menjual perangkat keras berupa parabola penerima sinyal dengan harga Rp7,8 juta, kemudian menurunkannya menjadi Rp4,68 juta bagi pelanggan awal. Biaya langganan bulanan Starlink senilai Rp750 ribu juga jauh lebih rendah dibandingkan layanan satelit lainnya di Indonesia.
Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) mengamati bahwa harga layanan dan perangkat Starlink lebih murah dibandingkan dengan pemain satelit lokal. Harga layanan VSAT lokal yang paling murah untuk paket unlimited mencapai Rp3,5 juta per bulan, sedangkan Starlink hanya Rp750 ribu. Perangkat keras lokal juga dibanderol paling murah Rp9,1 juta, sementara Starlink menawarkan harga promosi sebesar Rp4,68 juta.
Perbandingan harga Starlink di Indonesia dengan negara-negara tetangga menunjukkan variasi tarif yang signifikan. Di Singapura, biaya bulanan Starlink sebesar 110 Dollar Singapura atau sekitar Rp1,3 juta dengan perangkat keras seharga Rp7,98 juta. Di Malaysia, biaya layanan bulanan adalah 220 Ringgit atau sekitar Rp758 ribu dan perangkat kerasnya seharga 1.150 Ringgit atau sekitar Rp3,9 juta. Di Filipina, biaya langganan bulanan sebesar 2.700 Peso atau sekitar Rp747 ribu dan perangkat keras seharga 28 ribu Peso atau sekitar Rp7,7 juta.
Perbedaan harga ini menimbulkan dugaan predatory pricing terhadap Starlink di Indonesia. Melalui kuasa hukumnya, Starlink Indonesia membantah tudingan tersebut, menyatakan bahwa diskon perangkat keras adalah promosi sementara yang sah menurut hukum. Dugaan predatory pricing ini mendapat perhatian dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang kemudian mengadakan Forum Group Discussion dengan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), dan Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI).
Anggota KPPU Hilman Pujana menekankan bahwa dugaan predatory pricing membutuhkan bukti lebih lanjut. Menurutnya, menjual produk lebih murah tidak serta merta berarti melakukan predatory pricing. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk membuktikan praktik predatory pricing. Ini termasuk strategi diskon besar-besaran yang bertujuan untuk mematikan pesaing secara sistematis dan berkelanjutan.
Tantangan utama yang dihadapi oleh pemain lokal dalam menghadapi persaingan dengan Starlink adalah kemampuan untuk menawarkan harga yang kompetitif sambil mempertahankan kualitas layanan. Infrastruktur dan biaya operasional yang tinggi sering kali menjadi kendala bagi penyedia layanan internet lokal untuk menurunkan harga tanpa mengorbankan kualitas. Selain itu, regulasi dan kebijakan pemerintah juga memainkan peran penting dalam menciptakan lingkungan persaingan yang sehat dan adil.
Dengan harga yang jauh lebih murah, Starlink memiliki potensi untuk mengganggu pasar layanan internet satelit di Indonesia. Namun, keberhasilan Starlink dalam jangka panjang akan sangat bergantung pada kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kualitas layanan sambil menghadapi tantangan regulasi dan persaingan dari pemain lokal. Sementara itu, penyedia layanan internet lokal perlu mencari cara untuk meningkatkan efisiensi operasional dan menawarkan nilai tambah kepada pelanggan mereka untuk tetap kompetitif.
Dalam menghadapi tantangan ini, kolaborasi antara pemerintah, penyedia layanan, dan asosiasi terkait sangat penting. Pemerintah perlu memastikan bahwa regulasi yang ada dapat melindungi persaingan yang sehat dan mencegah praktik predatory pricing. Di sisi lain, penyedia layanan lokal harus terus berinovasi dan mencari cara untuk meningkatkan daya saing mereka di pasar yang semakin kompetitif.
Secara keseluruhan, persaingan harga antara Starlink dan pemain lokal di Indonesia menyoroti pentingnya keseimbangan antara menawarkan harga yang terjangkau dan mempertahankan kualitas layanan. Tantangan utama dalam persaingan ini adalah memastikan bahwa layanan yang lebih murah tidak mengorbankan kualitas. Starlink, sebagai pemain baru dengan harga yang sangat kompetitif, menghadapi tantangan dalam mempertahankan kualitas layanan yang tinggi sambil menawarkan harga yang lebih rendah dibandingkan penyedia lokal. Salah satu hambatan adalah infrastruktur. Meskipun Starlink menawarkan teknologi satelit canggih, penyebaran dan pemeliharaan infrastruktur ini di seluruh Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan berbagai kondisi geografis, merupakan tugas yang menantang.
Pemain lokal juga menghadapi tantangan besar dalam bersaing dengan harga yang ditawarkan oleh Starlink. Biaya operasional yang tinggi, termasuk biaya infrastruktur dan pemeliharaan, membuat sulit bagi penyedia lokal untuk menurunkan harga mereka. Penyedia lokal harus mencari cara untuk meningkatkan efisiensi operasional mereka agar dapat menawarkan harga yang lebih kompetitif tanpa mengorbankan kualitas layanan. Salah satu caranya adalah dengan berinvestasi dalam teknologi yang lebih efisien dan memperluas jaringan mereka untuk mencapai lebih banyak pelanggan dengan biaya yang lebih rendah.
Selain itu, regulasi dan kebijakan pemerintah juga memainkan peran penting dalam menciptakan lingkungan persaingan yang sehat dan adil. Pemerintah perlu memastikan bahwa regulasi yang ada tidak hanya melindungi konsumen tetapi juga mendukung persaingan yang sehat antara penyedia layanan. Regulasi yang terlalu ketat atau terlalu longgar dapat mempengaruhi dinamika pasar dan berdampak negatif pada kualitas layanan yang diberikan kepada konsumen. Pemerintah juga perlu memastikan bahwa ada mekanisme yang efektif untuk menangani keluhan dan sengketa antara penyedia layanan dan konsumen.
Konsumen juga menghadapi tantangan dalam memilih antara berbagai penyedia layanan. Mereka harus mempertimbangkan tidak hanya harga tetapi juga kualitas layanan, keandalan, dan dukungan pelanggan. Dalam banyak kasus, konsumen mungkin lebih memilih layanan yang lebih murah tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap kualitas layanan. Oleh karena itu, edukasi konsumen menjadi penting untuk memastikan bahwa mereka membuat keputusan yang berdasarkan informasi yang tepat dan tidak hanya tergiur oleh harga yang lebih rendah.
Di sisi lain, Starlink perlu mengatasi tantangan dalam hal persepsi dan penerimaan di pasar Indonesia. Meskipun menawarkan harga yang kompetitif, mereka harus membuktikan bahwa layanan mereka dapat diandalkan dan memenuhi kebutuhan konsumen di Indonesia. Ini termasuk menyediakan dukungan pelanggan yang efektif dan responsif serta memastikan bahwa layanan mereka dapat diakses di berbagai wilayah, termasuk daerah terpencil dan pedesaan yang sering kali kurang terlayani oleh penyedia lokal.
Kemitraan antara penyedia layanan dan pemerintah juga dapat menjadi solusi untuk mengatasi tantangan ini. Kolaborasi yang erat antara kedua belah pihak dapat membantu mengidentifikasi dan mengatasi hambatan dalam penyediaan layanan internet yang terjangkau dan berkualitas tinggi. Pemerintah dapat berperan dalam menyediakan insentif dan dukungan bagi penyedia layanan untuk berinvestasi dalam teknologi baru dan memperluas jangkauan layanan mereka.
Dengan mengatasi tantangan dan hambatan ini, baik Starlink maupun penyedia layanan lokal dapat berkontribusi pada peningkatan akses dan kualitas internet di Indonesia. Pendekatan yang tepat dan kolaborasi yang efektif antara berbagai pemangku kepentingan akan memastikan bahwa konsumen mendapatkan manfaat maksimal dari persaingan ini, termasuk harga yang lebih terjangkau dan layanan yang berkualitas tinggi. Dalam jangka panjang, ini akan membantu mempercepat perkembangan digital di Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
*) Dosen UNTAG Banyuwangi