IKN News, Kutai Barat – Ketahanan pangan kini menjadi program startegis nasional yang dicanangkan presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. Kepala negara menginginkan dalam waktu sesingkat-singkatnya, Indonesia bisa swasembada pangan.
Merespon hal, pemerintah kabupaten Kutai Barat (Kubar) Provinsi Kalimantan Timur langsung menggelar rapat koordinasi yang melibatkan semua stake holder terkait. Mulai dari dinas pertanian, Badan perencanaa dan penelitian daerah, camat, kepala desa hingga akademisi dari Universitas Mulawarman, Samarinda.
Rakor lintas sektor tersebut digelar di lantai dua kantor Bapeda-Litbangda Kubar, Rabu (20/11/2024).
“Rakor hari ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mensinergikan kinerja beberapa perangkat daerah untuk menyikapi kebutuhan-kebutuhan yang harus disiapkan oleh pemerintah untuk masyarakat, terutama untuk kebutuhan pangan,” ujar kepala Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Kubar, Rion.
Rion menjelaskan, rapat tersebut membahas program-program strategis yang akan menjadi peta jalan bagi Pemkab Kubar dalam menyusun kebijakan di bidang ketahanan pangan. Aapalgi Kutai Barat menjadi penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kaltim.
“Jadi kita bisa merumuskan kebijakan bagaimana pemerintah Kutai Barat menyikapi kebutuhan pangan masyarakat. Kedua menyiapkan diri sebagai penyangga IKN,” jelas Rion.
Menurut Rion, kebutuhan pangan daerah memang sebagian besar masih dipasok dari daerah lain. Hal itu menjadi tantangan tetapi juga peluang bagi warga Kubar.
“ Ya ini peluang besa bagi kita, bagaimana kita bersama-sama merumuskan kebijakan yang nanti akan diambil ke depan. Dan ketahanan pangan ini selaras dengan program presiden Prabowo Subianto agar Indonesia menuju swasembada pangan,” katanya.
Menurut catatan DKP Kubar, indeks ketahanan pangan masih rendah. Yakni di angka 58,39 di tahun 2023 dan hanya menemapti peringkat 9 dari 10 kabupaten Kota di Kaltim. Sementara secara nasional, Kubar masuk peringkat 359 dari 514 kabupaten kota.
Sedangkan dari sisi produksi pertanian strategis juga relatif rendah. Diantaranya:
Padi : 7.518,4 ton
Jagung : 3.211,4 ton
Kacang Tanah : 26,1 ton
Ubi kayu : 5.236,7 ton
Ubi Jalar : 853,2 ton
“Dengan jumlah penduduk sekitar 183 ribu, maka hasil produksi ini masih jauh dari ideal,” jelas Rion.
Sementara guru besar pangan dan gizi Universitas Mulawarman, Pokja Ahli Pangan Badan Pangan Nasional RI, Bernatal Saragih, menjelaskan, secara umum, indeks ketahanan pangan di Kubar masih zona merah. Hal ini menunjukan bahwa Kutai Barat sangat berpotenis mengalami rawan pangan jika tidak ada terobosan dari pemerintah daerah.
“Dampak dari rawan pangan cukup beragam, misalnya tingkat pendidikan menurun, kualitas pangan menurun, meningkatnya gizi buruk, rendahnya pemanfaatan potensi fisik dan kecemburuan sosial,” jelas Saragih, saat memaparkan materi.
Dia menjelaskan, beberapa penyebab umum rawan pangan di Kabupaten Kutai Barat antara lain, keterbatasan infrastruktur dan aksesibilitas.
“Di mana Kutai Barat merupakan daerah yang luas dan sebagian besar wilayahnya berada di pedalaman. Infrastruktur yang terbatas, terutama dalam hal transportasi dan distribusi pangan, menyebabkan kesulitan dalam menjangkau pasar-pasar utama atau memenuhi kebutuhan pangan secara efisien,” terangnya.
Kemudian perubahan iklim dan bencana alam, lantaran Kutai Barat rawan terhadap bencana alam, seperti banjir, longsor, dan kekeringan, yang dapat merusak hasil pertanian.
“Perubahan iklim yang tidak terduga juga memengaruhi musim tanam dan ketahanan pangan lokal,” ucapnya.
Ketua Pokja Ahli Ketahanan Pangan Kaltim ini menambahkan, ketergantungan pada sektor pertanian tradisional juga menjadi penyebab rawan pangan.
“Karena kita lihat masyarakat di Kutai Barat masih banyak bergantung pada pertanian subsisten yang cenderung mengandalkan pola tanam tradisional dan tidak selalu berorientasi pada pasar. Ketergantungan ini dapat menyebabkan fluktuasi produksi yang besar, terutama jika terjadi gagal panen,” beber Saragih.
Penyebab lain adalah kurangnya diversifikasi pangan di beberapa daerah, terutama di pedesaan. Karena penduduk lebih banyak bergantung pada jenis pangan tertentu seperti padi atau jagung. Jika hasil panen tidak memadai atau jika terjadi kerusakan pada tanaman tersebut, masyarakat rentan menghadapi rawan pangan.
Sementara untuk beberapa kebutuhan pokok seperti padi atau beras ternyata sebagian besar masih impor dari luar daerah.
Jika menggunakan indikator Pola pangan Harapan (PPH) maka Kutai Barat dengan jumlah penduduka 183 ribu jiwa memhutuhkan 19256 ton beras per tahun. Di tahun 2025 diperikiaran naik menjadi 19430 ton, dengan asumsi pertumbuhan penduduk mencapai 1.03 %,
“Sementara produksi beras kita masih rendah, ini menjadi tantangan,” katanya.
Untuk itu Saragih merekomendasikan Pemkab Kubar agar segera mengambil langkah-langkah strategis. Pertama memperbaiki rantai pasok pangan serta memberi dukungan kepada para petani melalui subsidi yang efektif.
Pemerintah katanya perlu memberikan insentif dan dukungan kepada petani untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing pangan lokal. Kemudian meningkatkan infrastruktur transportasi dan logistik di wilayah pedalaman agar mengurangi biaya distribusi dan memperlancar aliran pangan.
“Lalu memperkenalkan dan memfasilitasi produksi pangan alternatif misalnya, umbi-umbian, tanaman hortikultura yang lebih tahan terhadap perubahan iklim dan lebih mudah dipasarkan di pasar lokal,” terang Saragih.
“Pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta perlu bekerja sama untuk mengatasi hambatan ini dan menciptakan sistem pangan yang lebih mandiri dan berkelanjutan, strategi dan kegiatan yang berfokus pada peningkatan produksi pangan lokal, pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan, dan pemberdayaan masyarakat,” pungkasnya.